AMPHP / AMPP

III. PROSES PENYANGRAI DAN PENGGORENG

Menggoreng adalah suatu cara yang telah umum digunakan dalam pengolahan atau persiapan makanan. Menggoreng digunakan pada skala rumah tangga dalam jumlah kecil sampai produksi masal secara besar-besaran pada pabrik makanan.
Walaupun prinsip penggorengan ini merupakan metode pengolahan pangan yang sudah tua, tapi tulisan dan teori secara khusus ditinjau dari segi alat dan proses amat sedikit sedangkan tulisan mengenai segi kimia dan gizi sudah banyak dibuat orang.
Sedangkan penyangraian juga metode persiapan bahan pangan yang cukup dikenal masyarakat. Pada skala rumah tangga, misalnya penyangraian biji kopi (terutama didesa-desa yang belum mengenal kopi siap seduh), penyangraian bahan-bahan untuk pembuatan kue dan makanan kecil sedangkan pada skala pabrik secara besar-besaran penyangraian diterapkan pada pengolahan coklat, kopi, pada pabrik makanan bayi serta pada pabrik pembuat minyak goreng.
Ditinjau dari segi teknik (engineering) kedua proses ini sebetulnya sama-sama menggunakan proses pindah panas. Yang membedakan keduanya adalah tujuan akhir dari pengolahan pangan tersebut. Biasanya penggorengan dilakukan untuk bahan yang langsung bisa dikonsumsi, sedangkan penyangraian digunakan pada pengolahan pendahuluan bahan, dimana dibutuhkan sifat khas bahan untuk pengolahan selanjutnya.

PENGGORENGAN
1. Proses penggorengan
Penggorengan adalah proses untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel berisi minyak yang berfungsi sebagai medium pemanas. Fungsi minyak disini ialah sebagai penhantar panas, memberikan flavour dan rasa gurih serta menambah nilai gizi (kalori) dalam bahan pangan goreng.
Pada umumnya sistem penggorengan ada dua macam, yaitu :
a. Pan Frying (penggorengan biasa)
b. Deep-fat frying
Cara yang kedua biasanya digunakan dalam industri makanan, sedangkan cara pertama biasa digunakan pada skala rumah tangga. Penggorengan cara deep-fat frying membutuhkan banyak minyak oleh karena bahan makanan yang digoreng harus terendam seluruhnya. Selanjutnya pembahansan akan dititik beratkan pada cara deep-fat frying.
Prinsip penggorengan menurut Robetson (1967) dapat dilihat pada gambar 4 berikut.

Gambar 4. Proses Penggorengan Cara ‘deep-fat frying’ (Robertson)
Dari gambar diatas yang menjadi masukan (input) dari ketel penggorengan adalah minyak bahan makanan yang digoreng dan panas. Sedangkan keluar (out put-nya) adalah makanan yang telah digoreng, uap panas minyak dan produk samping yang berminyak serta potongan-potongan makanan yang dapat disaring.

2. Faktor penting dalam penggorengan
Untuk memperoleh hasil hasil penggorengan yang baik ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Faktor tersebut umum digolongkan kedalam 3 kelompok, yakni yang menyangkut minyak goreng, bahan yang digoreng serta bentuk, desain ketel penggoreng.

3. Ketel Penggoreng
a. Rancangan
Bentuk dari sistem kerja dari ketel penggorengan besar pengaruhnya terhadap efisiensi penggunaan minyak serta efisiensi penggunaan panas. Dalam merancang ketel hendaknya memperhatikan dua faktor penting yaitu :
– Jumlah minyak yang digunakan dalam sistem haruslah yang minimum sesuai dengan kebutuhan penggorengan
– Ketel harus mempunyai kapasitas produksi maksimal
b. Sistem pemanas
Panas adalah komponen utama dalam penggorengan, tergantung dari skala produksiny, sumber panas yang digunakan amat berfariasi, dapat digunakan api pemanas langsung dari minyak atau kayu, uap panas (steam) dari boiler, LPG atau dengan sistem listrik.
Pada penggunaan panas sistem listrik bisa dilakukan dengan suatu jaringan kerja, dimana pemanasan minyak dilakukan diluar ketel, kemudian setelah panasnya sesuai dengan kebutuhan penggorengan minyak dipompakan ke ketel untuk penggorengan. Dengan cara ini tidak akan terjadi kerusakan pada ketel serta efisiensi dalam penggunaan panas. Sistem ini terutama dilakukan pada alat penggoreng mekanik sistem kontinyu (continous mechanical fryer).
Pada saat ini ada tiga cara dengan sistem pemansan minyak diluar ini. Sumber panas dapat diberikan oleh steam (uap panas) bertekanan tinggi, dengan air panas atau dengan media pemindah panas (heat exchanger media) yang lain.
Bentuk konstruksi ketel juga harus baik, karena selama proses penggorengan secara pereodik harus dilakukan penggantian atau penambahan minyak. Keadaan konstruksi ketel dapat dinyatakan dengan koefisien penggantian minyak ( coefficient of oil renewal ).
Rumus untuk menghitung coeffesient of oil renewal adalah sebagai berikut :

K = P
P1

Dimana : K : coefficient of oil renewal
P : jumlah minyak yang ditambahkan selama proses penggorengan (kg)
P1 : jumlah minyak dalam ketel (kg)
Makin tinggi K, makin baik keadaan minyak dalam ketel.
Nilai K untuk ‘ steam heated fryer’ tipe ‘batch’ adalah 0,3 sampai 0,4 , untuk ‘mechanical fryer’0,5 sampai 0,6 sedangkan untuk ‘electrically-heated fryer’ sebasar 0,8 sampai 1,2.
Coefficient of renewal dapat ditingkatkan dengan jalan :
1. Memelihara kontinyuitas aliran minyak kedalam ketel
2. Jangan mengisi ketel terlampau berlebihan
3. Mengurangi hambatan (delay) selama proses
4. Penggorengan harus teratur
5. Membersihkan permukaan elemen pemanas secara teratur
Sedangkan untuk menghitung kecepatan penggantian atau penambahan minyak digunakan istilah ‘turner pereod’, yaitu perbandingan antara jumlah minyak dalam ketel dengan kecepatan pemasukan minyak segar.
“turnover period” dinyatakan dalam persamaan berikut :

TP = FC
R

Dimana TP : waktu yang dibutuhkan untuk memasukkan minyak segar kedalam ketel supaya sama dengan jumlah semula (jam)
FC : kapasitas minyak dalam ketel pada suhu penggorengan (pon)
R : rata-rata kecepatan penambahan minyak segar selama pemasukan (pon per jam )
Makin pendek ‘turnover period’ akan makin baik kondisi minyak dalam ketel. Dalam industri makanan ‘turnover period’ jarang melebihi 12 jam, sedangkan pada restoran akan lebih panjang karena minyak dipakai sampai tingkatan dimana seluruhnya harus diganti dengan yang baru.

PENYANGRAIAN

Penyangraian dalam prakteknya sebetulnya amat sulit dibedakan dengan proses penggorengan. Yang membedakan keduanya bila ditinjau dari media pemindah panasnya adalah bahwa penggorengan menggunakan minyak sebagai media pemindah panasnya adalah pemukaan panas tanpa minyak sehingga sifatnya adalah pemanggangan. Bila ditinjau dari segi produknya, maka hasil penggorengan merupakan produk akhir yang sudah masak dan siap konsumsi (ready to eat), sedangkan penyangraian biasanya baru merupakan proses pengolahan tahap awal dimana produknya masih akan mengalami pengolahan lanjutan. Dalam beberapa buku istilah penyangraian kadang-kadang disebut penggorengan atau perendaman, yang dimaksudkan terjemahan dari ‘roasting’.
Seperti juga pada proses penggorengan peralatan penyangraian (roaster) terdiri dari serangkaian perlengkapan, yakni pamanas (heater), pemindah panas (heat exchanger) yang biasanya berfungsi juga sebagai wadah bahan selama penyangraian, serta perlengkapan misalnya pengaduk, alat pengontrol suhu dan lain-lain.
Gambar dibawah ini memperlihatkan contoh bentuk skematis ‘continous roaster’ dan skematis ‘uncontinous roaster’

Leave a comment